Ketika Persebaya Jadi “Anak Emas” Klub Eropa
HL | 18 December 2012 | 23:53
Dibaca: 5791
Komentar: 53
7 menarik
Arief Putra Wicaksono (Ninesport.inc) bersama Rafael van Der Vaart dan perwakilan HSV (@HSV.de)
Mengapa harus Persebaya? Pertanyaan ini banyak menyeruak tatkala
terdengar berita 2 klub elit dari daratan Eropa akan beruji tanding di
Indonesia, dengan memilih Persebaya sebagai lawan tanding mereka. Dua
klub elit Eropa yang akan berkunjung ke Indonesia, tepatnya ke kota
Surabaya adalah Hamburg SV dari Bundesliga dan AS Roma dari Serie A
Italia.
“HSV akan mengunjungi Indonesia usai akhir Bundesliga musim ini. Mereka
akan melakoni beberapa pertandingan persahabatan melawan raksasa Italia
AS Roma
dan tim papan atas Indonesia, Persebaya,”demikian bunyi pernyataan
Hamburg dalam situs resminya tersebut. Pernyataan itu dirilis oleh tim
yang saat ini menduduki posisi 10 klasemen sementara Bundesliga itu
seusai mereka melakukan penandatanganan kontrak resmi dengan NineSport
Inc. selaku promotor di Imtech Arena. Bintang HSV, Rafael van Der Vaart
ikut hadir pula dalam sesi penandatanganan dengan Arif Putra Wicaksono selaku perwakilan dari promotor.
Hal itu senada dengan apa yang diungkapkan Media Officer Persebaya, Ram
Surrahman semalam. “Bukan hanya persahabatan, kedatangan Roma dan
Hamburg rencananya dikemas dalam sistem turnamen Piala Bung Utomo.
Karena memang dilaksanakan di bulan Mei,” jelas Ram seperti yang
dilansir dari Bola.net.
Jika dihitung, Persebaya memang sangat beruntung. Selama hampir 10 tahun
terakhir, tim dari kota Surabaya ini paling banyak menjajal klub-klub
luar negeri dibanding klub-klub Indonesia lainnya. Terakhir kali mereka
berujicoba dengan klub luar negeri adalah saat melawan tim EPL Queens
Park Rangers, medio 2012 kemarin. Tak semua klub di Indonesia bisa
bernasib mujur seperti Persebaya, bahkan klub-klub dengan suporter besar
dan fanatik sekalipun, seperti Persib, Persija, Arema atau Persipura.
Wajar, jika kemudian banyak suara sumbang yang berisi kecemburuan lantas
muncul dikalangan suporter klub lain. Mengapa harus Persebaya? Apa sih
istimewanya Persebaya? Kalau mau dilihat lebih jelas, sebenarnya banyak
hal yang membuat promotor atau klub-klub luar negeri menginginkan
bertanding persahabatan dengan Persebaya, kalau tidak mau dibilang ingin
bertanding di kota Surabaya.
Yang paling utama adalah akses dan fasilitas. Kota Surabaya memenuhi
segala syarat yang dibutuhkan klub luar tersebut. Kemudahan akses dan
akomodasi bisa dengan gampang didapat di Surabaya. Lantas, jika syarat
akses dan akomodasi, mengapa tidak memilih kota Jakarta? Bukankah
fasilitas akomodasi di Jakarta lebih bagus dan lebih banyak dari
Surabaya? Memang, tapi, ada satu hal yang tidak bisa didapat di Jakarta,
atau mungkin kota lainnya. Yakni “roh sepakbola”.
Beberapa pengalaman terakhir mungkin bisa menunjukkan lebih tepat apa
yang disebut “roh sepakbola” itu. Ketika beberapa klub besar Eropa
bertanding di Jakarta, animo penonton atau suporter tak terlalu besar.
Lihatlah saat Inter Milan atau Valencia datang ke Jakarta. Banyak yang
bilang, sedikitnya penonton yang datang ke stadion itu karena Jakarta
sudah kehilangan “roh sepakbolanya”. Lalu, apakah hanya Surabaya yang
punya “roh sepakbola”?
Tidak, beberapa kota yang punya klub besar dengan basis suporter yang
fanatik dan besar pula tentu punya aura dan “roh sepakbola”. Namun, aura
tersebut tidaklah semenarik aura yang ditampilkan oleh Surabaya dengan
para Bonek-nya. Tentu masih teringat dengan jelas, tatkala rombongan
pemain QPR baru menginjakkan kaki mereka di Surabaya, ratusan Bonek
dengan antusias menyambut dan mengawal mereka hingga ke hotel tempat
menginap. Dan tentu masih ingat pula, betapa para pemain QPR tersebut
begitu menikmati antusiasme dan atmosfer dukungan suporter di Gelora
Bung Karno, bahkan ketika para suporter tersebut sempat dikecewakan
dengan insiden mati lampu. Dengan melihat atmosfer yang begitu membahana
di seantero stadion, tak heran beberapa pemain QPR memberikan salut dan
standing ovation pada para penonton ketika pertandingan berakhir.
Fakta itulah yang kemudian ditangkap oleh promotor dan klub-klub luar
negeri. Dengan menjual aura dan “roh sepakbola” kota Surabaya, promotor
pun seakan mendapat jaminan, investasi yang mereka keluarkan tak akan
terbuang percuma. Suatu hal yang mungkin tak akan diperoleh promotor
bila mempertandingkan klub yang didatangkannya ke kota lain.
Namun, meski sudah resmi dirilis di situs resmi klub HSV, masih banyak
yang pesimis akan nasib datangnya 2 klub elit Eropa ini. Masih segar
dalam ingatan kasus batalnya turnamen Java Cup. Tapi, melihat optimisme
dan prosesnya, bolehlah kita taruh keyakinan kita di angka 99% 2 klub
Eropa ini akan jadi datang ke Surabaya. Apa yang bisa mendasari
keyakinan tersebut, tak lain adalah transparansi proses kontrak. Harus
diakui, saat kasus Java Cup dulu, pihak promotor (entah itu PSSI atau
PT. LPIS) tidak berani atau tidak transparan, kapan negosiasi atau
penandatanganan kontrak dilakukan. Tiba-tiba saja muncul berita akan ada
turnamen Java Cup dengan peserta Everton dan Galatasaray. Tak heran,
ketika turnamen tersebut batal (atau dibatalkan secara sepihak), banyak
yang menuding promotor sesungguhnya belum melakukan deal kontrak hitam
diatas putih.
Beda dengan yang dilakukan Ninesport. Berita yang dirilis, baik itu dari
sumber klub yang diundang maupun media tanah air kompak menulis sudah
dilakukan penandatanganan kontrak. Dengan adanya bukti hitam diatas
putih inilah hak promotor akan terlindungi dan klub pun tak akan berani
membatalkan secara sepihak. Dan dengan dirilisnya berita ini jauh-jauh
hari, promotor pun berharap masyarakat pecinta bola bisa mempersiapkan
diri, terutama dari segi finansial untuk melihat aksi-aksi bintang
lapangan hijau dari benua biru.